Postingan

🅣🅔🅛🅐🅖🅐 🅢🅐🅝🅤🅑🅐🅡🅘

Gambar
  Nak, ayo kembali!  Telaga itu adalah hulu-hilirmu Di sana kau akan temui jalan sunyi tanpa keberpura-puraan Di atas warna air hijau kebiru-biruan rimbun pepohonan selalu tenang yang mendamaikan Ayo kembali nak!  jiwamu telah tertanam di sana kau akan menemui dirimu Dalam kesunyian, kau diajak merefleksi daun-daun yang telah jatuh ranting yang terpelanting,  serta pohon yang tumbang Dalam keheningan yang hikmat nalarmu akan lebih hidup mampu memproyeksikan langkah jiwa sebagai hanif tempatmu kembali fitri.  Nak, ayo kembali!  Ayo nak!  mereka menunggu sudah terpaut waktu Jiwa yang tenang, 8 Agustus 2021

🅢🅔🅙🅐🅚 🅚🅐🅟🅐🅝 🅢🅘🅗?

Gambar
  Malam telah larut, suara gemericik air selokan di depan teras rumah serasa riuh rendah bercengkrama di antara obrolan kita menuju pagi di sebuah desa yang tidak begitu jauh dari pusat kota. Dengan di kelilingi oleh beberapa tanaman nan hijau di sekitar rumah, suasana serasa asri dan sejuk yang mendamaikan hati sehingga menjadi syahdu dalam berdiskusi kecil-kecilan.  Obrolan kian menarik ketika pembahasan yang sesekali diselingi tawa dan anggukan-anggukan kecil seraya menunjukkan kesepakatan dalam berpendapat perihal pembicaraan. Lebih menarik lagi sewaktu saya dan teman saya saling berbeda persepsi atau pendapat mengenai suatu hal. Bayangkan saja, betapa gegap gempitanya suasana depan rumah ketika dalam bertutur kata, karena saling mempertahankan apa yang dianggap benar dan saling membenarkan antar pendapat dari setiap perorangan.  Mulai bicara soal kesehatan, sosial, ekonomi, politik, keagamaan, tak luput dari alur cerita kita dalam menanggapi realitas hari ini. Tidak lupa pula kita

🅡🅤🅦🅐🅣 🅓🅐🅡🅤🅡🅐🅣

Gambar
  Suara-suara itu mendengung keras melibas jalanan tanpa batas Menanam kecemasan dalam pikiran menambah was-was di kala ekonomi sedang tak waras Sana-sini soal nasi wara-wiri perihal perintah Ada sebab yang mengakibatkan,  ada tangis yang berkepanjangan Di bawah langit-langit di atas gorong-gorong Di antara terpal dan tenda ada asa yang masih diperjuangkan di tengah keadaan serasa makin mencekam Di simpang jalan aku temui sebelah perempatan, aku masih jumpai tatapan-tatapan kosong dari para pemilik kelontong Mereka saling bergotong royong, melangitkan sumpah serapah dalam guratan muka termangu-mangu melihat hidup semakin berdebu Bahu Jalan, 7 Juli 2021  

🅛🅐🅡🅤🅣

Gambar
  Tampak mata mulai lelah memandang layar sampai memerah Tanpa keragu-raguan hal itu terus saja dilakukan jari-jemari tetap piawai menari-nari menaklukkan gawai Ada rasa resah di antara iba seperti ibu memandangi anaknya kegelisahan tampak begitu nyata dari raut wajah tersirat makna  terpendam ketakutan dalam maya Larut, lebih jauh memandangi rembulan dua kata hampir sama,  bersamaan dengan itu tampak begitu jelas makna di antara keduanya menjadi seorang pemimpin atau cukup jadi pemimpi Peradaban seperti apa yang akan diwariskan nanti yang katanya negeri ini mendapat jatah demografi Sewaktu masa anak-anak sudah terenggut kemerdekaannya dipaksa asik dengan dunianya, dicekoki robot-robot canggih kontrol moral dan etika serasa abai candu semakin membelenggu Bades, 18 Juni 2021

🅚🅡🅘🅢🅘🅢 🅚🅡🅘🅣🅘🅢

Gambar
  Mampus kau,  malam bergejolak meninggalkan jejak  yang penuh sesak Mati kau,  Pernah tumbuh tapi runtuh pernah singgah namun melupa di antara jauhnya jarak terbesit alur yang pernah ada Serasa kuat tapi lemah tangguh tetap menggerutu perjalanan menghamba waktu Rentetan cerita siap tersaji di atas mimbar engkau memuji Di balik ruang provokasi kau terus mengebiri nalar para pemuda-pemudi terninabobokkan hasrat lemah gemulai fluktuasi adalah harga mati sampai kritis yang menjadi krisis Sekadar menggugurkan kewajiban menolak berpindah dari zona nyaman aman yang selalu amin gelisah hanya ungkapan belaka Putih tumbuh di atas kepala elok menjadi manusia paripurna sewaktu usia telah iba menghantarkan sejarah mengubur rasa takabur Rupanya, kita adalah ladang sewaktu-waktu mereka bebas menggelandang mengangkangi hak para manusia merdeka menghalang-halangi lajunya pembangungan Apalah arti sebuah pencerahan bila yang tercerahkan, lebih memilih diam!  bersekutulah....  bersatulah...  karena setia

Jejak Pak Sapardi

Gambar
  Silih berganti, bayu berdesir menabrak daun-daun di malam ini bayang-bayang selalu terbayang nyanyian gundah gulana menemani langkah terjal bebatuan, cadas menguatkan mengguratkan luka terpendam suasana Bekas gelas kaca masih tersisa yang tersaji dalam sepi bergelayut di bawah payung neon sewaktu angin merobek ulu hati perasaanku bergemuruh, teringat 'Hujan Bulan Juni' karya pak Sapardi mungkin kini sedang aku jalani rintik kegelisahan telah menghantam ranting pohon sanubari terkoyaklah tanah kemarau kering membunuh naluri Lumajang, 07 Juni 2021

Redup

Gambar
Semakin hari, semakin redup Perihal krisis kepercayaan kepekaan menjadi tabuh jangan harap berempati, simpati pun syukur berharap dihormati tetapi enggan menghormati Pendidik hanya bisa tercengang melihat peradaban yang compang-camping hancur dihantam badai ketakutan Hidup lebih suka menyendiri membaur dengan barang mati Kepalsuan telah mendikotomi manusia Memasung potensi kebaikan di tengah kegelapan Sewaktu hati tepat diantara keinginan dan ego bak bulan berpresisi, mentari tertutup bumi Gerhana Bulan, 26 Mei 2021