Aroma Baju Hitam



Tepat pukul 00. 30 WIB, aku mulai berusaha bangkit dari tempat duduk sesaat setelah membaca buku yang dipinjamkan oleh teman organisasi se-kampus. Di atas kasur lantai sedari tadi, aku mungkin terlalu asyik menikmati huruf-huruf yang tersusun rapi dan bisa dibilang sangat renyah dari segi penulisannya dalam menuangkan kata demi kata hingga menjadi karya yang sangat apik dan menarik sampai-sampai membuat penasaran pembaca. Pada saat yang bersamaan, kalau boleh jujur sih, aku sebenarnya juga sudah terlalu lama menahan perasaan resah dan gelisah lantaran ingin buang air kecil ke kamar mandi. Namun, buku tersebut seolah-olah enggan aku lepas dari kedua tanganku dan aku berusaha ingin mengakhiri dalam proses membaca dengan bab yang baru.


Kalimat demi kalimat telah aku lewati, paragraf demi paragraf telah aku lalui, hingga sampai pada kata terakhir dengan  ditandai tanda baca titik dan berganti halaman, baru lah bab baru sudah tampak dengan tulisan yang sedikit beda dan besar di atas dari tulisan yang biasanya. Tampaknya aku sudah tidak tahan lagi menahan sebuah keresahan, akhirnya aku bangkit dan berjalan perlahan-lahan untuk menuju kamar mandi yang letaknya di ujung belakang rumah berdekatan dengan dapur dan harus membuka dua pintu sekaligus untuk mencapai ke sana. Pintu pertama sudah aku buka. Berjalan lah aku menuju pintu yang kedua. Tepat di sisi kanan pintu yang kedua inilah ada sebuah gantungan baju dan tampak baju berwarna hitam tergantung sendirian yang beraroma keringat bapak saya sewaktu membanting tulang di sawah. Aku pun tidak terlalu memperdulikan akan arona tersebut karena aku sedang terburu-buru ke kamar mandi. 


Sesaat setelah aku buang air kecil di kamar mandi yang kebetulan lampunya tidak menyala karena konsleting listrik, dalam gelap, tiba-tiba aku mendapatkan ide untuk membuat tulisan ini. Aku mulai berimajinasi tentang aroma keringat yang tidak sengaja tercium oleh hidung ku tadi. Baju hitam tersebut memang selalu dipergunakan bapak ku untuk bekerja memanjat pohon kelapa di sawah. Jadi, mungkin baunya terlalu harum untuk tercium, apalagi dicium. Namun, aku melihat baju hitam tadi dari sisi yang lain, entah tak tahu kenapa, aku merasa bahwa betapa besar pengorbanan seorang ayah/bapak untuk menghidupi keluarga serta menyekolahkan anak-anaknya, termasuk menyekolahkan aku yang sampai saaat ini masih semester 5 di salah satu kampus swasta di Lumajang, Jawa Timur gara-gara melihat baju tersebut. Lantas, aku memandangi sebentar tentang baju hitam tersebut dan aku berjanji bahwa setiap keringat yang jatuh sewaktu bapak bekerja, dalam hati kecil ku berbicara "Tak akan aku sia-siakan ikhtiyar mu pak! ketika aku berproses sekarang ini untuk memperluas dan memperdalam khazanah keilmuan melihat cakrawala pemikiran."


Maaf, mungkin sebagian dari Anda menganggap kalimat di atas terlalu lebai atau berlebihan! tapi, memang begitulah adanya perasaan yang saya wakilkan pada tulisan ini. Karena aku melihat baju tersebut adalah sebagai representatif dari aku yang sekarang. Iya, aku yang bisa duduk di bangku perkuliahan, bersepatu, baju berkera, serta rambut agak klemis sementara baju hitam itu tetap kumal, aromanya menyengat!

Namun, dia adalah tonggak bersejarah perjuangan bapak melawan kerasnya hidup dan mahalnya biaya pendidikan di negeri yang katanya kaya ini. 


Abadi perjuangan...!!!




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mursyidah Auni

Awal dalam mengawali kegiatan (Fatihah)

Reti Suryani