Bersyukur Atas Nikmat Orang lain


 

Bersyukur Atas Nikmat Orang lain

Oleh: Fathan Faris Saputro*

“Tidak beriman seorang di antara kamu sekalian sehingga ia mencintai saudaranya layaknya dia mencintai dirinya sendiri” (HR. Muslim)

Bersyukur adalah kewajiban seorang hampa kepada Tuhannya. Hal ini karena banyaknya kenikmatan yang telah ia terima. Bahkan, karena teramat banyaknya kenikmatan yang diterima si hamba, hingga dirinya tidak mampu untuk menghitungnya. “Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi maha penyayang.” (QS. an-Nahl: 18). Jadi, bersyukur adalah kewajiban untuk senantiasa dilakukan oleh setiap hamba dan tidak boleh ditinggalkan.

Menjadi sebuah kewajiban jika seseorang bersyukur atas nikmat yang telah diterimanya, karena memang dia yang menikmatinya, selain itu adalah kewajibannya kepada Tuhannya. Akan tetapi, bagaimana jadinya jika dia bersyukur atas nikmat yang diterima orang lain? Mungkinkah hal itu untuk terwujud?

Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu hidup bermasyarakat. Mereka tidak bisa hidup sendiri tanpa berhubungan dengan orang lain. Islam sebagai jalan hidup sangat  memperhatikan hal ini. Cerminanya adalah, dalam Islam terdapat dua hubungan manusia yang sama-sama harus diperhatikan dan dilaksanakan dengan baik. Dua hubungan tersebut adalah hubungan antara manusia dengan Tuhannya, Allah ‘Azza wa jalla, secara vertical dan hubungan manusia satu dengan manusia lainnya secara horizontal.

Tidak bisa dikatakan baik seseorang yang hanya mengurusi permasalahan antara dengan Tuhannya saja tanpa memedulikan manusia di sekelilingnya begitu pula sebaliknya, tidak dibenarkan seseorang yang hanya  sibuk dengan urusan-urusan dunianya dan melupakan Tuhannya.

Jika kita kaitkan permasalahan ini dengan pembahasan tentang syukur, maka kita akan menemukan kolerasinya. Selain bersyukur terhadap nikmat yang kita terima, selayaknya kita juga mensyukuri nikmat yang diterima orang-orang di sekiling kita. Hal itu merupakan wujud cinta kita kepada mereka. Karena Rasulullah saw bersabda,

“Tidak beriman seorang di antara kamu sekalian sehingga ia mencintai saudaranya layaknya dia mencintai dirinya sendiri”

Jadi, jangan sampai kebahagiaan orang lain, dengan mereka menerima nikmat dan kebahagiaan dari Allah swt, kita terjemahkan sebagai datangnya keburukan kepada kita. Kiranya kita harus mengingat firman Allah, “Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan mereka dalam kehidupan dunia dan kami telah meninggalkan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa  derajat, agar sebagian mereka  dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (QS. az-Zukhruf: 32)


*) Penulis juga peraih Award lomba menulis Kemenag Kabupaten Lamongan, peraih juara lomba Hari Pers Nasional, dan kader IMM Lamongan.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mursyidah Auni

Awal dalam mengawali kegiatan (Fatihah)

Reti Suryani