Aibs juga Berbahaya


 

Negeri ini sudah merdeka puluhan tahun lamanya, tapi kata merdeka itu pun sampai saat ini masih menjadi perdebatan dan beraneka ragam dalam pemaknaanya. Pasalnya rakyat yang katanya sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di negeri yang menjunjung asas demokrasi ini, harus selalu gigit jari ketika wakil-wakil rakyat yang dulu dipilih pada kontestasi politik malah membuat perundang-undangan yang kebanyakan sering kali menindas rakyat, tidak pro terhadap rakyat. Padahal mereka adalah abdi rakyat atau pelayan rakyat yang seharusnya melayani rakyat, bukan malah sebaliknya.


Kalau memang narasi di atas terlalu jauh dalam topik pembahasan terkait negeri ini, kita lebih kerucutkan lagi sampai tataran paling kerucut dalam tulisan kali ini. Mulai dari tataran pemerintahan tertinggi seperti peran presiden, gubernur, wali kota, bupati, camat, sampai kepala desa. Kita ambil contoh kecil saja seperti pada sekup pedesaan. Kalau kita mau sadar, seandainya pada tataran desa itu peran kepala desa bisa dioptimalkan dengan segala kebijakan dan peraturan-peraturannya yang pro terhadap masyarakatnya, insyaallah kata merdeka lebih cepat kita raih dan tak bias lagi kita memaknai dan memahami kata merdeka. 


Sayang seribu sayang, tampaknya kata merdeka itu hanya bisa dijadikan jargon belaka kalau cara-caranya masih kurang lebih sama dengan sebelumnya. Soalnya di awal, ketika mereka waktu mau mencalonkan diri untuk menjadi pelayan masyarakat dengan konsepsi perubahan untuk ke arah kemajuan dan mensejahterakan masyarakatnya masih terkalahkan oleh kaum pemodal yang men-suplay mereka untuk dijadikan hamba masyarakat. 


Alih-alih membawa perubahan dengan segala macam janji yang telah diucapkan sewaktu berkampanye, mereka malah dirubah oleh sistem untuk mengembalikan modal yang telah dikeluarkan sewaktu pencalonan dan mempunyai kecenderungan tenggelam dalam arus perhutang-hutangan. Sehingga dengan segala cara akan dilakukan agar hutang tersebut bisa terbayar lunas. 


Penyalahgunaan-penyalahgunaan pun mulai digencarkan untuk membayar biaya politik di awal. Layaknya seorang tuna susila yang tega menjual harkat martabat masyarakatnya sendiri demi kepuasan gairah libido kekuasaan. Mulai dari penyalahgunaan wewenang, penyelewengan uang negara, sampai tega mengeruk sumber daya alam tanpa memperdulikan dampak burukanya. 

Ini adalah penyakit lama atau penyakit (aibs) yang bisa menyerang siapa saja, kapan saja, dan di mana saja. Begitu bahayanya penyakit ini sama halnya dengan penyakit aids

Layaknya penyakit aids, penyakit aibs juga mempunyai titik kesamaan. Kesamaannya dengan aids adalah sama-sama menular dan sama-sama mematikan. Menular dari masa ke masa seperti kalau tidak melakukan hal yang seperti itu serasa nggak enak atau memang tersandera oleh jaring-jaring hutang. 

Penyakit tersebut juga bisa mematikan sewaktu-waktu, sampai-sampai hati dan pikirannya seperti liang lahat yang setiap saat bisa saja mengkubur diri dalam kematian. 

Harapannya, semoga kita semua terhindar dari penyakit aibs tersebut yang kemaruk untuk mengeruk keuntungan di tengah kemiskinan yang selalu menjadi hantu bagi negeri ini. Terlebih lagi di masa-masa sulit seperti pandemi ini. 

Memayu hayuning bawana


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Belok Kiri Jalan Terus

'Jajane Si Mak' (Jajan Pasar)