Filosofi Pohon Pisang




"Jadilah kamu seperti pohon pisang!" kata saya. Bukan karena saya orang yang berasal dari Kota Lumajang, Jawa Timur yang terkenal dengan kota pisangnya sehingga saya bermaksud mempopulerkan pisang, atau mungkin Anda kira saya maupun keluarga saya jualan aneka olahan pisang di kota ini. Tidak, itu semua tidak benar saudara-saudari. Karena di tulisan kali ini saya akan membahas filosofi pohon pisang dari sudut pandang yang saya miliki.

Entah benar atau tidak, apakah hanya sebuah ilmu cocoklogi belaka. Yang pasti, pagi ini saya berniat menulis tentang pisang pokoknya. Haha...(maksa banget sepertinya saya ini)

Bagi saya pohon pisang serta bagian-bagiannya adalah tanaman filosofis yang saya kenal setelah buah kelapa.

Pertama, pohon pisang yang sehat tidak akan mati sebelum berbuah. "Lha terus, ini maksudnya apa?" begitu kira-kira ujar Ngateno terhadap saya. Saya pun menjawab, dan jawaban saya, saya bumbui dengan kata 'mungkin' dong. Biar Ngateno agak enak dalam mendengarkan penjelasan dari saya.
Mungkin kalau kita bisa ambil pelajaran dari pohon pisang tersebut adalah tentang semangat berikhtiar dari pohon pisang untuk tetap menjalar ke atas demi menghasilkan buah. Serupa dengan hal itu, manusia disuruh mengambil hikmah bahwa hidup terus berjalan maka semangat hidup haruslah tetap terjaga untuk menjalar ke atas menuju tujuan yang didamba-dambakan. Kita disuruh menjadi manusia yang bermanfaat bagi orang di sekitar kita untuk menghasilkan sebuah buah kebaikan.

Kedua, hanya pohon pisang yang mempunyai jantung. Dan hebatnya lagi, pohon pisang meskipun dikagetin tak akan pernah copot yang namanya itu jantung. Haha....
"Yaeyalah Bambang, itu kan pohon bukan manusia" ujar Ngateno dengan sedikit kesal kepada saya. Lantas saya menjawab, makanya jadilah seperti pisang No-Ngateno! Dia tak alai, lebai dalam mengahadapi sebuah perjalanan hidup. Meskipun ada persoalan, dia tak kagetan seperti kamu No. Dia selalu berupaya menjalar ke atas meskipun terkadang ada ayam-ayam tetangga sering kali memakan pupus daunnya. Dia tetap tangguh untuk berupaya menjalar ke atas.
Kurang lebih sama dengan kita lah Ngateno, bahwa kita tak boleh patah semangat dalam menghadapi kehidupan ini untuk mencapai tujuan dengan dihadapkan berbagai persoalan hidup. Patah hati boleh lah, akan tetapi jangan patah semangat ya. Hehe....

Ketiga, daunnya bisa saja dimanfaatkan untuk membungkus kue lemper, nogosari, buki, maupun pepes ikan. Kembali lagi Ngateno, bahwa hidup jangan sampai menghilangkan nilai kebermanfaatan kita bagi sesama manusia maupun makhluk lain sepeti tumbuhan maupun hewan. Begitu kira-kira Ngateno.

Keempat, pohon pisang di samping diambil buahnya, dia juga meninggalkan bibit-bibit baru sebelum dipotong pohonnya lalu mati.
Ini artinya apa? Bahwa sebelum dia mati, dia telah melahirkan generasi-generasi baru. Sama halnya ketika kita akan berjumpa dengan kematian. Cepat atau lambat, kita akan mati Ngateno. Dan sebelum ajal itu benar-benar menimpa kita, seyogianya kita harus mempersiapkan amal kebaikan kita selama kehidupan kita di dunia. Atau juga bisa dimaknai dengan mendidik anak-anak yang telah dilahirkan oleh istri Anda supaya menjadi anak yang baik dan bermanfaat bagi keluarga, sekolah, lingkungannya, bangsa, serta negaranya.

"Oh gitu ya, suwon cak atas ilmu anyar e iki" jare Ngateno terus nguyup kopi.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Belok Kiri Jalan Terus