Rasan-Rasan Online
Tulisan/Viral/Rasan-rasan online/Pegiat literasi
Rasan-rasan?
Apa itu rasan-rasan?
Mungkin sempat bertanya-tanya juga bagi teman-teman selain orang Jawa pada kata tersebut.
Rasan-rasan adalah salah satu contoh kata ulang berasal dari Bahasa Jawa yang bisa diartikan dalam Bahasa Indonesia menjadi gibah atau suka membicarakan keburukan (keaiban) maupun bergunjing pada orang lain.
Sedangkan online cenderung bisa diartikan suatu aktivitas menggunakan media sosial yang dilakukan secara langsung. Jadi, bisa diartikan "Rasan-rasan online" adalan ghibah di dunia maya. Heuheu....
Sepuluh tahun yang lalu, media sosial tak seramai ini kayaknya!
Mungkin untuk saat ini, setiap satu rumah pasti punya yang namanya gawai kali ya! Sehingga kemajuan dan perubahan zaman memang harus benar-benar terjadi. Bila satu rumah saja mempunyai satu gawai, bagaimana dengan satu desa, kecamatan, kabupaten, propinsi, negara, bahkan seluruh dunia ini. Belum lagi, terkadang satu rumah lebih dari satu gawai. Pastilah banyak orang yang berkeliweran (bertaburan) dalam dunia maya.
Ngomong ngomong hal tersebut, penyimpanan data pada media sosial tersebut kok kuat sekali ya! Berapa kira-kira RAM-nya ya? Pakai penyimpanan file yang seperti apa kok tak pernah habis dan tak pernah menghapus yang namanya sampah atau (cache) ya?
Hehe....Tapi kita tak sejauh itu untuk bersama-sama dalam memikirkannya.
Pokok asal punya gawai yoweslah! Hehe...
Seng penting iso internetan, WhatsApp_an, Facebook-an, Instagram-an, Youtube-an, twitter-an dan lain sejenisnya. Sehingga dapat kita bayangkan bahwasannya gawai ini telah mengubah dunia kita dan seolah ia teman paling akrab dengan kita. Malahan berita terbaru yang pernah saya baca adalah jumlah manusia lebih sedikit ketimbang jumlah gawai yang ada di seluruh dunia ini dari lembaga survei dunia yang saya lupa apa namanya ya! Hihi..(Sambil garuk-garuk rambut kepala)
Memang era sekarang adalah era serba teknologi, serba digital. Akan tetapi yang patut kita renungkan bersama adalah tentang pergeseran nilai moral dalam diri kita semua yang cenderung kita tampakkan dalam dunia fatamorgana atau tak nyata ini. Kita seolah menjadi hakim yang bebas menghakimi seseorang di media sosial bahkan sampai kata bully atau nyiyir sudah tak asing lagi di telinga kita. Tiba-tiba suka gibah, Segala keburukan seolah menjadi bahan buruan, apalagi terkait sesuatu yang baru-baru hangat terjadi. Itu pun terkadang banyak mudharatnya ketimbang manfaatnya kalau mau kita kaji sedikit mendalam tapi mengapa perihal tersebut seolah menjadi barang konsumsi publik setiap waktu.
Memang, semua orang bebas dalam berkomentar dan mengomentari postingan siapapun dan kapanpun. Tapi terkadang ya jangan kebacot juga lah! Malah kalau dipikir-pikir lebih baik orang-orang yang tak mengerti sama sekali dengan yang namanya internet dari pada yang selalu menampakkan kelas ekonominya, gaya hidupnya, tempat makannya, makanannya apa, tempat liburannya, liburannya kemana, dalam berbusana, dalam bergibah serta sesuatu yang sejenisnya dalam dunia maya.
Selain itu, di negeri berflowers cenderung menyukai yang namanya kata viral! Menyukai sesuatu yang terkadang hanya sebatas ikut-ikutan untuk menyebarluaskan konten-konten yang kebanyakan luput mengedukasi, menginspirasi anak bangsa dan hanya sekadar mengejar nilai konten semata. Saya rasa manusia lebih tinggi derajatnya dari pada sesuatu yang hidup apabila ada kabel cas ini teman-teman!
Seharusnya ini menjadi pelajaran bagi kita semua. Mari bermuhasabah bersama di balik kata viral! Ada apa dengan viral? Mengapa sesuatu itu viral? Bagaimana sesuatu itu bisa viral? Kok bisa sesuatu itu viral kalau tanpa ada dukungan dari jari-jemari di dalamnya.
Karena kita adalah manusia yang lebih tinggi derajatnya dari sekadar teknologi semata.
Komentar
Posting Komentar