Suka Geli Sendiri






Sore itu, ketika kita saling bersua dan meneguk secangkir kopi bersama di kedai kopi yang tak jauh dari tempat tinggal kita di desa.

Sebelumnya, intensitas kita untuk bertemu sangatlah gampang dan banyak waktu yang lapang.

Namun, semenjak ia pergi merantau untuk mencari ilmu dengan melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi setelah lulus dari SMA di kota, jarak seakan memberikan sekat pada pertemuan yang sering kita lakukan.

Setelah sekian lama, sebuah pertemuan itu pun kembali terjadi sewaktu kemarin semasih dalam suasana lebaran.

Tampaknya, ada sesuatu yang sedikit berubah dari temanku ini. Mulai dari warna kulit  yang terlihat semakin glowing(bersinar),
gaya berpakaian yang kekinian, serta tentang gaya bicara yang mulai bergeser karena mungkin lamanya berada di kota.
Ya...syukurlah ada perubahan! Hehe...

Kita pun ngobrol lama di kedai tersebut karena lama juga memang tak ngobrol dan memang suasana kedai yang begitu nyaman juga dengan panorama hamparan persawahan yang luas, ditambah lagi sejuknya udara yang berasal dari hijaunya pepohonan di sekitar kedai serta kopi yang begitu nikmat dan harga pastinya bersahabat dikantong bagi anak-anak pedesaan jadi betah berlama-lama di tempat itu.

Sebuah komunikasi pun dimulai. Mulai dari awal keberangkatan temanku untuk pergi berkuliah di luar kota sampai sepulangnya dari kota, ia ceritakan dengan gamblang padaku. Sesekali sambil menyeruput kopi ia juga lantas bertanya balik kepadaku tentang keadaan yang ada di desa ini. Aku pun antusias untuk menanggapi segala macam pertanyaan yang dilontarkan temanku itu.

Namun, terkadang yang membuat kupingku agak sedikit geli adalah ketika ia menjawab pertanyaanku dengan bahasa Indonesia terkadang juga dicampur dengan bahasa ilmiah bahkan bahasa Inggris. Padahal, waktu itu aku selalu berbahasa Jawa dalam bertanya maupun menjawab karena maklumlah aku berada di desa yang notabene selalu menggunaan bahasa Jawa dalam kehidupan sehari-hari.

Setiap kali temanku menjawab dengan bahasa ilmiah atau Inggris, aku pun hanya menundukkan kepalaku secara perlahan-lahan hanya untuk menghormati ia dalam berbahasa. Kalau pun ia menjawab dalam bahasa Indonesia aku kira masih dalam batas kewajaranlah! Hehe....

Lama-kelamaan, kupingku kesal juga rupanya mendengarkan temanku ini terus-terusan berbicara dalam bahasa asing yang di sekitar kedai itu kebanyakan orang-orang berbahasa Jawa. Aku juga merasa malu dan risih ketika tatapan orang-orang di sekitarku agak berbau sinis, pikirku. Namun aku masih berusaha bertahan dan seolah cuek-cuek bebek.

Akhirnya, saking tak tahannya aku, aku pun hanya bilang pada temanku itu, "Maaf neng, aku lupa tak bawa kamus bahasa ilmiah dan Inggris! Aku percaya kok, kamu memang mantap setelah kuliah di kota!" Sambil sedikit aku lemparkan senyum kepadanya.
Hehe......
       

                            S e k i a n

https://m.facebook.com/photo.php?fbid=4027570173980490&id=100001826422078&set=a.2597546423649546

 https://www.instagram.com/p/CBFXMVMFeC4/?igshid=1l288k1w7oamm

                           



Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mursyidah Auni

Awal dalam mengawali kegiatan (Fatihah)

Reti Suryani