Menahan Rindu


Setiap detik yang berdetak adalah usia yang terus berkurang menggerogoti setiap cerita dalam perjalanan kita menuju kembali kepada Sang Pencipta. Suatu masa yang akan datang dengan sendirinya tanpa bisa dipercepat maupun diperlambat, yang pasti setiap insan akan tumbang dalam ketiadaan seperti halnya air sungai mengalir menuju samudera Pencipta. 


Seperti ketokan palu sidang yang sudah dipukulkan hakim di atas bidang datar, ketetapan tidak bisa diganggu gugat. Karena Dia adalah hakim tunggal dalam kehidupan. Keong pun memberi kabar bahwa semua yang bernyawa lambat laun akan meninggalkan cangkangnya menuju pembaringan terakhir untuk berlabuh. 


Kata-kata adalah firman. Yang terus hidup selama kita mengingatnya dalam derap langkah menuju keabadian. Jejak-jejak akan terukir di atas persemayaman diantara dua prasasti penanda yang bertuliskan nama,  tanggal, bulan, serta tahun di mana kau telah menghela nafas panjang untuk meninggalkan jasad yang perlahan-lahan terbujur kaku. 


Yang indah adalah perjalanan, sebuah cerita telah mewarnai ruang dan waktu. Dari mulai kita dipertemukan, muncul sebuah persoalan, klimaks, anti klimaks, dan kita harus terpisahkan. Terkubur dalam liang lahat, tertanam dalam ingatan, terkadang terkenang suatu saat. 


Hanya sebatas kata-kata dalam hati yang kita coba terbangkan layaknya asap menuju birunya langit.

Malam tiba, rindu pun tak kunjung reda. Garis ketetapan sudah menemui langkahmu. 


Ber-cengkrama-lah❗

Ber-bahagia-lah❗






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mursyidah Auni

Awal dalam mengawali kegiatan (Fatihah)

Reti Suryani