Tanpa Kamu Kita Kurang Bermakna






Tulisan ini saya ketik dengan tidak mengurangi rasa hormat saya kepada teman-teman di luar sana yang mungkin berbeda jurusan  terkait mata kuliah maupun teman-teman pembaca yang lain, mungkin saja tidak sependapat dengan tulisan ini.


 Bagi saya, suatu kebanggaan tersendiri bisa mengenyam dunia perkuliahan di program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Dari sana kita sedikit banyak belajar mengenai tentang sejarah bahasa dan perkembangannya, disiplin ilmu lain yang masih ada hubungan mesra dengan disiplin ilmu kebahasaan, serta penerapan bahasa dalam kehidupan sehari-hari.


Berbahasa sama halnya dengan bernapas. Begitu kira-kira ungkapan yang pas untuk mengibaratkan peran bahasa yang begitu urgent dalam kehidupan ini. Setiap hari pasti kita selalu melakukan kegiatan yang ada kaitannya dengan bahasa. Bisa dibayangkan kalau manusia hidup tanpa mengenal dan menggunakan bahasa, mungkin hidup ini serasa kurang bermakna dan sulit untuk memahami maksud antar manusia satu dengan manusia yang lainnya.


Jika kita telisik lebih dalam lagi, kira-kira kata-kata yang keluar dari alat ucap manusia setiap harinya di dunia ini berapa ribu, juta, milyar, triliyun, atau triliun-triliunan kata?

Pastinya kita tidak bisa dan tidak mampu menghitung secara pasti berapa kata-kata itu terucap. Sampai saat ini, saya kira belum ada suatu alat yang bisa menghitung banyaknya kata di dunia ini, semisal perdetik, permenit atau mungkin perjam dalam pelafalannya yang diucapkan oleh alat ucap manusia. Sekalipun ada, ya tidak masalah! Hehe.. .Tapi saya rasa ini adalah sebuah anugerah tersendiri dari Tuhan Yang Maha Tunggal tentang bahasa yang diucapkan oleh alat ucap manusia. Maka tidak terlalu berlebihan jika para filsuf dahulu kala menaruh perhatian lebih terkait bahasa. Karena tanpa  bahasa, sepertinya hidup kita kurang bermakna.


Dari mulai mengenal bahasa ibu, manusia terus dinamis dalam mengolah kata menjadi sebuah kalimat seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan yang dipengaruhi oleh faktor usia, lingkungan, dan pengalamannya. Baru saja kita telah melalui hari bersejarah pada tanggal 28-Oktober 2020 yang diperingati hari sumpah pemuda. Dalam salah satu poinnya, di sana juga tertera bahwa ada semacam kesepakatan untuk menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Saya kira, hal ini adalah sebuah keistimewaan bagi negri ini dengan beberapa ras, suku, bahasa, agama yang berbeda tapi tetap bisa menggunakan bahasa persatuan dan kesatuan yakni Bahasa Indonesia.


Berbanggalah...

Bersyukurlah...

Atas karunia Sang Ilahi yang begitu melimpah ruah.




 

Komentar

  1. Sipppppp
    Terus berkarya kak Mizan
    Artnya keren, makin nampak jiwa seninya

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mursyidah Auni

Awal dalam mengawali kegiatan (Fatihah)

Reti Suryani